Apakah semua operasi dapat ditanggung BPJS Kesehatan, termasuk operasi dengan biaya besar seperti operasi jantung?
Ada pertanyaan menarik tentang "apakah operasi jantung ditanggung BPJS Kesehatan, bagaimana kalau biayanya melebihi tarif INA-CBGs?".
Begini ya, CBGs itu maksudnya Case-Base Group. Dulu era Jamkesmas namanya DRG (Diagnosis-related group). Keduanya sama, hanya beda istilah. Disebut INA karena itu versi Indonesia.
Jadi, ada sekelompok kasus atau diagnosis (maka disebut Grup) yang karena karakteristik dan biayanya dianggap satu kelompok, maka mendapatkan tarif yang sama. Katakanlah ada 10 diagnosis dalam satu grup, tarifnya sama.
Lantas bagaimana? Kalau kebetulan menangani kasus nomor 1 misalnya, ternyata tarif INA-CBGs lebih rendah daripada tarif RS, sehingga ada defisit. Di kasus nomor 2, masih lebih tinggi tarif RS, tetapi sudah lebih mendekati tarif INA-CBGs, masih juga defisit tapi lebih kecil. Di kasus nomor 3, 4, 5 dan 6 misalnya ternyata hampir sama dengan tarif INA-CBGs ada yang sedikit lebih ada yang sedikit dibawahnya, katakanlah impas. Di kasus nomor 7, 8, 9 dan 10 ternyata tarif INA-CBGs lebih tinggi daripada tarif RS, sehingga ada surplus.
Jadi memang tidak bisa diukur kasus per kasus. Secara kumulatif dalam sebulan misalnya, maka akan bisa dihitung berapa saldo kumulatifnya dari keseluruhan 10 kasus tersebut. Dari sana baru terlihat bagaimana hasil akhirnya. Kita sering mendengar keluhan "bagaimana mungkin tarifnya segitu, nggak mungkin cukup". Maka itu tentu kurang tepat cara memandangnya.
Masalahnya tinggal bagaimana frekuensi dan sebaran kasusnya. Itu yang menjadi kajian manajemen RS untuk menentukan strategi. Tentu diharapkan strategi yang baik. Bukan strategi "menolak kasus yang defisit, dan memperbanyak kasus yang surplus". Ini memang godaan berat dan tantangan bagi manajemen RS. Tidak mudah. Tetapi ada hikmahnya: dipaksa berpikir dan berbenah agar efisien. Tarif INA-CBGs juga bisa menjadi "acuan" dalam mengkaji efisiensi tarif RS. Lagi-lagi, ini bukan persoalan mudah, tapi mau tidak mau, harus dilakukan.
Dengan memahami ini, lebih mudah kita memahami permasalahan di lapangan.
Ada pertanyaan menarik tentang "apakah operasi jantung ditanggung BPJS Kesehatan, bagaimana kalau biayanya melebihi tarif INA-CBGs?".
Begini ya, CBGs itu maksudnya Case-Base Group. Dulu era Jamkesmas namanya DRG (Diagnosis-related group). Keduanya sama, hanya beda istilah. Disebut INA karena itu versi Indonesia.
Jadi, ada sekelompok kasus atau diagnosis (maka disebut Grup) yang karena karakteristik dan biayanya dianggap satu kelompok, maka mendapatkan tarif yang sama. Katakanlah ada 10 diagnosis dalam satu grup, tarifnya sama.
Lantas bagaimana? Kalau kebetulan menangani kasus nomor 1 misalnya, ternyata tarif INA-CBGs lebih rendah daripada tarif RS, sehingga ada defisit. Di kasus nomor 2, masih lebih tinggi tarif RS, tetapi sudah lebih mendekati tarif INA-CBGs, masih juga defisit tapi lebih kecil. Di kasus nomor 3, 4, 5 dan 6 misalnya ternyata hampir sama dengan tarif INA-CBGs ada yang sedikit lebih ada yang sedikit dibawahnya, katakanlah impas. Di kasus nomor 7, 8, 9 dan 10 ternyata tarif INA-CBGs lebih tinggi daripada tarif RS, sehingga ada surplus.
Jadi memang tidak bisa diukur kasus per kasus. Secara kumulatif dalam sebulan misalnya, maka akan bisa dihitung berapa saldo kumulatifnya dari keseluruhan 10 kasus tersebut. Dari sana baru terlihat bagaimana hasil akhirnya. Kita sering mendengar keluhan "bagaimana mungkin tarifnya segitu, nggak mungkin cukup". Maka itu tentu kurang tepat cara memandangnya.
Masalahnya tinggal bagaimana frekuensi dan sebaran kasusnya. Itu yang menjadi kajian manajemen RS untuk menentukan strategi. Tentu diharapkan strategi yang baik. Bukan strategi "menolak kasus yang defisit, dan memperbanyak kasus yang surplus". Ini memang godaan berat dan tantangan bagi manajemen RS. Tidak mudah. Tetapi ada hikmahnya: dipaksa berpikir dan berbenah agar efisien. Tarif INA-CBGs juga bisa menjadi "acuan" dalam mengkaji efisiensi tarif RS. Lagi-lagi, ini bukan persoalan mudah, tapi mau tidak mau, harus dilakukan.
Dengan memahami ini, lebih mudah kita memahami permasalahan di lapangan.
Komentar
Posting Komentar