Terkadang kita tidak menyadari, bahwa adanya sebuah kebijakan akan memengaruhi di dua sisi, yaitu dampak baik dan dampak buruk. Seperti halnya dengan kebijakan kenaikan harga rokok yang *isunya akan diberlakukan oleh pemerintah.
Kita lihat dari KOMPAS.com — // Ketua DPR Ade Komarudin setuju dengan wacana kenaikan harga rokok yang rencananya akan naik hingga Rp 50.000 per bungkus.
Menurut Ade, wacana tersebut sekaligus dapat mengurangi kebiasaan masyarakat agar tidak lagi merokok. Rokok, kata Ade, merupakan musuh bangsa yang sudah disadari semua orang. //
Harga rokok diwacanakan naik menjadi sekitar Rp. 50.000 / bungkus. Lantas, apakah sudah memperhatikan skala perbandingan antara dampak baik dengan dampak buruknya?
Disini saya hanya akan mengkaji secara sempit tentang dampak buruk kenaikan harga rokok. Berikut adalah asumsi dan kemungkinan - kemungkinan dampak buruk yang akan ditimbulkan dengan kenaikan tajam harga rokok menurut pendapat saya.
//Bisa kita lihat di Metrotvnews.com, Jakarta: Kenaikan pajak dan cukai membuat industri rokok terus tertekan. Tak ayal, jika hal tersebut dilakukan bukan tidak mungkin bagi jutaan orang yang menggantungkan nasib mereka di industri rokok bakal menjadi pengangguran.
Menteri Perindustrian (Menperin) Saleh Husin mengatakan, industri rokok merupakan salah satu industri penyumbang pendapatan negara terbesar. Bahkan, jika dibandingkan dengan minyak dan gas bumi (migas), devisa negara industri rokok jauh lebih besar.
Ia menjelaskan, pendapatan dari rokok terus meningkat setiap tahunnya. Tahun 2014, pendapatan dari rokok untuk APBN sebanyak Rp140 triliun, naik sekitar 22 persen dari tahun sebelumnya yang hanya sebanyak Rp115 triliun.
Selain itu, jumlah tenaga kerja di industri rokok secara keseluruhan melibatkan sebanyak 6,1 juta orang. Sebanyak 1,6 juta orang diantaranya merupakan petani tembakau yang jika ditekan dengan pajak dan cukai yang tinggi, maka petani tembakau tersebut berpotensi kehilangan pekerjaan mereka. //
Karyawan Pabrik Rokok
Kenaikan harga rokok tentunya akan menurunkan jauh konsumsi rokok. Para karyawan pabrik rokok perlu siap saja untuk di PHK. Semisal, di Indonesia ada 100 juta perokok, 50 jt orang miskin merokok, 30 jt orang menengah dan 20 jt orang kelas atas. Jika dilihat dari segi finansial, kemungkinan besar orang miskin akan mengurangi jatah rokok mereka. Sedangkan orang menengah akan berfikir ulang untuk merokok. Asumsikan saja, prokok akan berkurang sekitar 50 %. Ini artinya jumlah tenaga kerja di industri rokok yang secara keseluruhan melibatkan sebanyak 6,1 juta orang kemungkinan sekitar setengahnya akan di PHK, utamanya yang bagian manual (meracik rokok). Untuk itu, pemerintah perlu menyediakan lapangan kerja baru.
Lalu bagaimana dengan harga tembakau? Jika dilihat secara gamblang, harga tembakau akan semakin murah dikarenakan permintaan tembakau yang berkurang dari pabrik rokok.
Akantetapi bagaimana dengan keuntungan pabrik rokok? Rata - rata harga rokok sekitar Rp 16.000 / bungkus, maka harga rokok naik sekitar 3 x lipat jika dinaikkan menjadi 50 ribu. Bisa dimungkinkan, keuntungan pabrik rokok masih sama saja, kecuali jika cukai rokok naik, seperti yang diberitakan di media massa.
Bagaimana dengan Devisa Negara?
Apakah berdampak juga pada devisa negara?
Jika kita lihat dari untung perusahaan rokok yang tetap sama, devisa negara kemungkinan tidak akan terpengaruhi.
Bagaimana dengan Kriminalitas?
Peningkatan kriminalitas kemungkinan akan meningkat tajam jika harga rokok benar - benar dinaikkan. Kita lihat, siapa saja yang ngrokok? Anggota DPR, dosen, guru, Petani, buruh, preman, pelajar, pengamen, *semua kalangan intinya ya. Kalau orang - orang kaya tidak masalah dengan harga rokok yang di naikkan. Namun, bagaimana dengan masyarakat kelas bawah?
Kebanyakan anak - anak sma sederajad juga ngrokok, biasanya mereka yg ngrokok itu yang agak (*nakal). Apa saja peningkatan kejahatan yang timbul? Contoh kecilnya pemalakan. Kasian emaknya ntar jadi korban (pemalakan) buat jajan ngrokok anaknye 😑....
Bersambung,
Komentar
Posting Komentar