Ada dua komentar yang menarik di Grup BPJS Kesehatan:
Maaf sebelumnya saya mau bertanya untuk Obat kelas tidak berfungsi ya. Bpjs berobat saya kelas 1 Tapi obat sama dengan obat utk kelas 3. Klw kita berobat pengennya cepet sembuh. Dan kebanyakan orang memilih kelas 1 karna pengen dapat obat yg cepet sembuh. Dan biasanya obat yg cepet sembuh harganya agak mahal mungkin klw ambil kelas 1 mendapatkan obat yg cepet sembuh tadi. Tapi ternyata sama aja obatnya, Bedain kali. .... Sdh bayar lebih mahal...
Oke'klw Bpk bilang kelas tidak pengaruh ke obat. Tapi sering saat saya berobat ke klinik pasti ada obat yg harus dibayar. Katanya ini obat diluar Obat BPJS. Jenis obatnya antibiotik yg sering Di suruh beli. Dan ada lg waktu sy mau berobat sampai klinik obat buat anak habis belum datang. Kok bisa ya seperti itu. Apa Tunggu jatuh korban dulu .Baru dari bpjs bergerak. Pembayaran sy gak pernah nunggak loh...!!!
Tanggapan:
Paragraf pertama, justru itu yang menjadi harapan JKN: Beda kelas itu hanya beda akomodasinya (fasilitas non medis). Sementara obat (dan juga tindakan, perawatan, asuhan) diharapkan tetap sama. Ini lah esensi JKN yang menjadi harapan bersama. Dan karena itu pula, diharapkan tidak ada niatan naik kelas "karena ingin obat beda". Sangat baik kalau itu bisa dicapai bersama.
Sementara paragraf kedua, adalah hal yang seharusnya dihindari. Kebutuhan obat sesuai indikasi medis, adalah ditanggung. Bagaimana kalau obatnya habis? Pada prinsipnya adalah tanggung jawab Faskes untuk mendapatkannya. Artinya, tidak boleh terjadi pasien disuruh membeli sendiri.
Masalahnya, kadang stock obat habis, karena memang tidak ada yang memberi suplai. Ini yang dihadapi sekarang untuk beberapa jenis obat. Padahal ketentuanya, harus berbasis e-catalog. Akhirnya Faskes terpaksa membeli obat melalui jalur manual (bukan e-purchasing). Menjadi masalah lagi ketika BPJSK tidak bisa mengganti klaim obat-obat non-paket INA-CBGs karena belum ada basis harganya di e-catalog.
Siapa yang bisa mengatasi ini? Masalahnya sudah lintas kementerian, lintas departemen, lintas lembaga. Presiden yang berwenang memberikan penegasan dan penegakan aturan.
#SalamKawalJKN
[Disadur dari catatan dr. Tonang Dwi Ardyanto, dengan judul "Dari Grup BPJSK: Beda kelas, sama obatnya?"]
Maaf sebelumnya saya mau bertanya untuk Obat kelas tidak berfungsi ya. Bpjs berobat saya kelas 1 Tapi obat sama dengan obat utk kelas 3. Klw kita berobat pengennya cepet sembuh. Dan kebanyakan orang memilih kelas 1 karna pengen dapat obat yg cepet sembuh. Dan biasanya obat yg cepet sembuh harganya agak mahal mungkin klw ambil kelas 1 mendapatkan obat yg cepet sembuh tadi. Tapi ternyata sama aja obatnya, Bedain kali. .... Sdh bayar lebih mahal...
Oke'klw Bpk bilang kelas tidak pengaruh ke obat. Tapi sering saat saya berobat ke klinik pasti ada obat yg harus dibayar. Katanya ini obat diluar Obat BPJS. Jenis obatnya antibiotik yg sering Di suruh beli. Dan ada lg waktu sy mau berobat sampai klinik obat buat anak habis belum datang. Kok bisa ya seperti itu. Apa Tunggu jatuh korban dulu .Baru dari bpjs bergerak. Pembayaran sy gak pernah nunggak loh...!!!
Tanggapan:
Paragraf pertama, justru itu yang menjadi harapan JKN: Beda kelas itu hanya beda akomodasinya (fasilitas non medis). Sementara obat (dan juga tindakan, perawatan, asuhan) diharapkan tetap sama. Ini lah esensi JKN yang menjadi harapan bersama. Dan karena itu pula, diharapkan tidak ada niatan naik kelas "karena ingin obat beda". Sangat baik kalau itu bisa dicapai bersama.
Sementara paragraf kedua, adalah hal yang seharusnya dihindari. Kebutuhan obat sesuai indikasi medis, adalah ditanggung. Bagaimana kalau obatnya habis? Pada prinsipnya adalah tanggung jawab Faskes untuk mendapatkannya. Artinya, tidak boleh terjadi pasien disuruh membeli sendiri.
Masalahnya, kadang stock obat habis, karena memang tidak ada yang memberi suplai. Ini yang dihadapi sekarang untuk beberapa jenis obat. Padahal ketentuanya, harus berbasis e-catalog. Akhirnya Faskes terpaksa membeli obat melalui jalur manual (bukan e-purchasing). Menjadi masalah lagi ketika BPJSK tidak bisa mengganti klaim obat-obat non-paket INA-CBGs karena belum ada basis harganya di e-catalog.
Siapa yang bisa mengatasi ini? Masalahnya sudah lintas kementerian, lintas departemen, lintas lembaga. Presiden yang berwenang memberikan penegasan dan penegakan aturan.
#SalamKawalJKN
[Disadur dari catatan dr. Tonang Dwi Ardyanto, dengan judul "Dari Grup BPJSK: Beda kelas, sama obatnya?"]
Komentar
Posting Komentar